Dimensi Kultural Hofstede


Geert Hofstede merupakan seorang sosiolog yang pada tahun 1967 - 1973. Menurut Hofstede, budaya merupakan suatu pemrograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang, dengan yang lain.
Hofstede menganalisis budaya dari beberapa bangsa dan mengelompokkannya ke dalam beberapa dimensi. Dimensi budaya menurut Hofstede adalah: Perbandingan budaya mengandaikan bahwa ada sesuatu yang harus dibandingkan, setiap budaya sebenarnya tidak  begitu unik, setiap budaya yang paralel dengan kebudayaan lain tidak memiliki makna yang begitu berarti. Berikut adalah dimensi budaya yang dibangun oleh Hofstede:
1)      Power Distance (Jarak kekuasaan)
Jarak kekuasaan adalah  mengenai sejauh mana anggota  dalam organisasi serta lembaga tsb menerima kekuasaan dan berharap penyamarataan dalam pendistribusian kekuasaan.
Orang-orang yang berada dalam small power distance membutuhkan kesamaan kekuasaan, dan pembenaran untuk ketidaksejahteraan terhadap kekuasaan. Sedangkan orang-orang dalam large power distance menerima perintah hirarki, dan mereka telah berada dalam tempatnya masing-masing tanpa perlu adanya pembenaran.
 Contohnya, Indonesia merupakan negara yang menunjukkan jarak kekuasaan tinggi/large power distance. Terlihat jelas perbedaan secara budaya maupun politik antara penguasa dengan orang yang tidak punya kuasa. Austria merupakan negara small power distance, yang di dalamnya terlihat kesamaan kekuasaan antara penguasa dengan yang tidak punya kuasa.
Dalam masyarakat small power distance,  mereka mudah menerima tanggungjawab. Sementara pada masyarakat large power distance, maka orang lebih disiplin karena rasa takut akan kekuasaan. 

2)      Uncertainty Avoidance (Penghindaran ketidakpastian)
Dimensi ini terkait dengan masyarakat yang merasa tidak nyaman untuk menghadapi masa depan yang tidak diketahui atau tidak ada kepastian dan keragu-raguan. Inti pada dimensi ini adalah bagaimana reaksi sebuah masyarakat terhadap fakta bahwa waktu hanya berjalan satu arah dan masa depan tidak diketahui serta apakah akan mencoba untuk mengontrol masa depan atau membiarkannya.
Orang-orang yang memiliki dimensi budaya high uncertainty avoidance cenderung lebih emosional. Mereka mencoba untuk meminimalkan terjadinya keadaan yang tidak diketahui atau tidak biasa. Saat terjadi perubahan mereka menjalaninya dengan hati-hati, langkah demi langkah dengan perencanaan dan menerapkan hukum serta peraturan yang berlaku.
Sedangkan low uncertainty avoidance menerima dan merasa nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau lingkungan yang kerap kali mengalami perubahan. Mereka mencoba untuk memiliki beberapa aturan dalam aktifitas mereka. Orang-orang dalam dimensi budaya ini cenderung lebih pragmatis, mereka jauh lebih toleran terhadap perubahan.
      Indonesia bersama Kanada berada di urutan 41/42 dari 53 negara. Ini berarti Indonesia termasuk dalam low uncertainty avoidance yang tidak takut dengan perubahan dan lebih toleran terhadap perbedaan pendapat. Sedangkan Singapura adalah negara yang paling bisa menerima ketidakpastian



3)      Individualism vs Collectivism (Individualis vs Kolektivitas)
Individualis dan kolektivitas mengacu pada sejauh mana individu diintegrasikan ke dalam kelompok kelompok utama menyangkut ikatan di masyarakat.
Dalam masyarakat yang individualism, tekanan atau stres diletakkan dalam permasalahan pribadi, serta menuntut hak-hak individu. Orang-orang diharapkan untuk membela diri sendiri dan keluarga mereka. Sedangkan dalam masyarakat collectivism, individu bertindak terutama sebagai anggota kelompok seumur hidup. Daya kohesifitas yang tinggi tercipta di dalam kelompok mereka (kelompok di sini tidak mengacu kepada politik atau negara). Orang-orang memiliki keluarga besar, yang dijadikan sebagai perlindungan bagi dirinya sehingga loyalitasnya tidak diragukan.
Indonesia berada di urutan 47 dari 53 negara, yang menunjukkan orang kita cenderung hidup secara berkelompok. Ini cocok dengan semboyan kita: gotong royong. Sebagai perbandingan negara yang paling individual adalah Amerika Serikat.

4)      Masculinity vs Feminimity (Maskulin vs feminim)
Dimensi ini terkait dengan pembagian dari peran emosi antara wanita dan laki-laki.
Masculinity berkaitan dengan nilai perbedaan gender dalam masyarakat, atau distribusi peran emosional antara gender yang berbeda. Nilai-nilai dimensi maskulin (masculinity) terkandung nilai daya saing, ketegasan, materialistik, ambisi dan kekuasaan. Dimensi feminin (feminimity) menempatkan nilai yang lebih terhadap hubungan dan kualitas hidup.
Dalam dimensi maskulin, perbedaan antara peran gender nampak lebih dramatis dan kurang fleksibel dibandingkan dengan dimensi feminin yang melihat pria dan wanita memiliki nilai yang sama, menekankan kesederhanaan serta kepedulian.
Penggunaan terminologi feminin dan maskulin yang mengacu terhadap perbedaan gender yang jelas tersirat melahirkan kontroversial. Sehingga beberapa peneliti yang menggunakan perspektif Hofstede (2011) mengganti terminologi tersebut, misalnya “Kuantitas Hidup” dengan “Kualitas Hidup”.
Indonesia bersama Afrika Barat ada di urutan 30 dan 31 dari 53 negara. Ini menunjukkan Indonesia dalam posisi sedang-sedang saja. Sebagai perbandingan yang paling maskulin adalah Jepang dan yang paling feminin adalah Swedia. Pantaslah Swedia adalah negara dengan tingkat kekerasan terhadap perempuan yang paling kecil di dunia.

5)      Long Term vs Short Term Orientation (Orientasi jangka panjang vs Orientasi jangka pendek)
Hal ini terkait kepada pilihan dari fokus untuk usaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu. Orientasi jangka panjang dan orientasi jangka pendek menggambarkan fokus dan nilai-nilai budaya yang menyangkut pola pikir masyarakat.
Masyarakat yang berorientasi jangka panjang (long term orientation) lebih mementingkan masa depan. Mereka mendorong nilai-nilai pragmatis berorientasi pada penghargaan, status, sikap hemat, termasuk ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi.
Masyarakat yang memiliki dimensi orientasi hubungan jangka pendek (short term orientation), terkait dengan masa lalu dan sekarang, termasuk kestabilan, menghormati tradisi, menjaga selalu penampilan di muka umum, dan memenuhi kewajiban - kewajiban sosial.

       Kebanyakan negara-negara di Asia seperti Cina dan Jepang cenderung memiliki orientasi jangka panjang, sementara bangsa-bangsa barat cenderung pada jangka pendek. Dan negara yang sangat tertinggal juga cenderung memiliki orientasi jangka pendek. 

Komentar

  1. very useful for me as a student.. thank you for sharing this =)

    BalasHapus
  2. Banyak drama korea yang terbaik, tapi saat ini kita bisa melihat drama terbaru, sebuah aplikasi untuk bisa nonton drama korea, tinggal download aplikasi di googleplay MYDRAKOR, dimana saja dan kapan saja bisa menikmati film2 korea secara gratis.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/

    BalasHapus

Posting Komentar