Akhirnya Main Bulutangkis Lagi

Mungkin sudah hampir setahun aku tak menyentuh raket dan kok. Mengapa? Karena malas, tidak ada teman bermain, dan lapangan di dekat rumahku sudah tak mumpuni lagi untuk dijadikan lapangan bulutangkis.
Beberapa hari lalu akhirnya aku berkesempatan bermain olahraga tepok bulu angsa yang amat kucintai ini. Sebagai seorang pecinta bulutangkis, kuakui aku tak begitu pandai dalam olahraga ini. Kemampuanku standar seperti orang biasanya, bisa servis, memukul bola/lob, menerima pukulan lawan, smash setengah bisa lah ya. Belum bisa jump smash, dropshot, dan istilah dalam bulutangkis lainnya yang merupakan keahlian para atlet.

Ilustrasi bermain bulutangkis
sumber: blibli.com


Setelah vakum hampir setahun, aku bermain bulutangkis lagi. Awalnya aku merasa agak canggung dan berpikir, apakah kemampuanku yang standar itu masih ada? Hmm ternyata yang masih standar itu masih melekat. Layaknya anak komplek bermain bulutangkis, aku bersama adik ipar omku bermain fun-badminton di depan rumah. Kebetulan, akibat pandemi covid-19 ini portal masuk di area domisiliku saat ini ditutup sehingga tak ada kendraan yang lalu-lalang di depan rumah. Beberapa kendala yang tak bisa dihindari yaitu 1) faktor angin, disaat udah mukul kenceng tapi karena angin yang tidak stabil, koknya terbang ke arah lain, 2) faktor selokan, kalau2 koknya ga bisa keambil, ujung2nya ntar masuk ke selokan alhasil koknya basah+bau selokan, 3) faktor ketinggian pukulan yang biasanya sering nyangkut di genteng/atap rumah tetangga depan. Yaa tiga faktor itu saling berkaitan, kalau kamu yang sering main di depan rumah pasti akan paham wkwkwk.

Sudah seminggu ini aku bermain bulutangkis, tepatnya 30-40 menit sebelum waktu berbuka puasa. Rasanya sangat menyenangkan sekaligus membuat tubuh fit. Meskipun mainnya tak begitu serius, tapi dengan berlarian, bergerak kesana kemari demi mengejar shuttlecock, memukul dengan tenaga yang standar, akhirnya tubuh ini berkeringat dan rasanya badanku sehat. hahahaha.

Setelah mulai rutin bermain bulutangkis beberapa hari ini, aku yang biasanya juga rutin menyaksikan tayangan bulutangkis merasakan dan menyadari beberapa hal. Apa itu? Mari kita bahas. Sebenarnya ini hanya opiniku secara pribadi ya. Aku melakukan evaluasi sedikit terhadap permainanku dari hari ke hari. Yang awalnya sering gagal mengambil bola di arah samping kanan, belakangan ini aku sudah mulai terbiasa mengambil bola dari arah kanan. Ini berkaitan dengan apa yang seringkali kulihat saat menonton match bulutangkis. Akupun berpikir, wah pasti susah ya proses jadi atlet. Tekniknya banyak, harus variatif dalam mengembalikan kok, fisiknya harus bagus, dan lain sebagainya. Ditengah permainan, aku sering menyadari itu. Aku yang hanya orang biasa, saat gagal mengembalikan satu pukulan saja sering kesal. Apalagi atlet yang sudah latihan setiap hari entah berapa jam, lalu saat pertandingan gagal meraih satu poin atau harus tunduk dari lawannya dengan skor yang amat tipis, pasti sangat sedih dan kecewa tentunya.

Ya, ujung-ujungnya cerita ini ialah soal perjuangan atlet. Awalnya aku sendiri bingung kemana arah tulisan ini. Tapi setelah tersadar akan pengalamanku bermain bulutangkis beberapa hari ini, aku merasa bahwa apa yang aku rasakan saat bermain bulutangkis di depan rumah hanya nol koma sekian persen dari proses seseorang menjadi atlet. Kusadari bahwa apa yang sering kulihat dalam match/pertandingan bulutangkis itu merupakan sebuah seni yang indah, pukulan demi pukulan yang variatif, gerakan lincah atlet yang berlari dari kiri ke kanan lapangan, lalu berpindah ke belakang untuk smash, mengembalikan pukulan lawan yang menyentuh bibir net, menampilkan gerakan dropshot tipuan, waahh semuanya membuatku takjub. Betapa bangga dan senangnya jika bisa menyaksikannya secara langsung. Semoga dalam waktu dekat aku bisa menyaksikannya langsung, aamiinnn :)

corona lekaslah berlalu~~~

Komentar