Sedikit Kisah Tentang KKN-ku.


    Matahari memancarkan sinarnya pagi itu, Kamis, 28 Juni 2018. Aku bersiap untuk meninggalkan segala kehidupanku yang normal untuk beralih kepada kehidupan yang mungkin tak kubayangkan sebelumnya. Kuliah Kerja Nyata, begitu orang menyebutnya. Sebuah kegiatan yang diwajibkan untuk mahasiswa di kampusku, yang merupakan salahsatu syarat meraih gelar sarjana. KKN merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan mahasiswa untuk mengabdi dan turun langsung ke masyarakat yang berada di daerah pelosok. Maka dari itu, mau tidak mau aku harus mengikutinya sesuai aturan kampus. Aku bersama 25 orang lainnya ditempatkan di Nagari Taratak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Hari itu merupakan hari keberangkatan kami ke lokasi KKN.
            Saat berpamitan dengan orangtua di rumah, aku berusaha tidak meneteskan air mata. Ini merupakan pertama kalinya aku akan berpisah dalam waktu yang lama dengan keluargaku. Ya, dari kecil hingga saat ini duduk di bangku perguruan tinggi, aku selalu tinggal dengan orangtuaku. Mungkin bagi orang yang sudah terbiasa merantau, hal ini biasa saja. Berbeda denganku, yang biasanya selalu ada orangtua disampingku. Inilah saatnya bagiku untuk belajar hidup mandiri, tanpa orangtua.
            Pukul 10 pagi, aku bersama teman-teman dan dosen pembimbing lapangan KKN menuju ke lokasi KKN menggunakan bus. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke lokasi KKNku sekitar tiga jam. Diperjalanan, aku bergumam sendiri, penasaran dengan lokasi KKN serta lingkungan disekitarnya. Sekitar pukul 2 siang, kami tiba di Kantor Camat Sutera. Kami disambut dengan baik oleh perangkat Camat, dan sedikit berinteraksi dengan Pak Camat mengenai gambaran program kerja yang akan kami laksanakan untuk 40 hari kedepan. Setelah itu, kami bergegas untuk bertemu Wali Nagari Taratak, dan sekaligus bertanya mengenai rumah yang akan kami tempati.
            Satu hal yang membuat kami kaget awalnya ialah mengenai tempat tinggal. Pada saat survei beberapa bulan sebelumnya, Wali Nagari mengatakan bahwa akan menyediakan empat rumah, dimana kami akan dibagi menjadi dua jorong. Dua rumah untuk laki-laki, dan dua rumah untuk perempuan. Namun, kenyataan yang ada saat itu kami hanya diberi dua rumah. Masing-masing untuk laki-laki dan perempuan. Tak hanya itu, bahkan untuk laki-laki, aku tak bisa menyebutnya rumah, lebih tepatnya ada dua buah kamar layaknya kamar kos yang disediakan. Dengan segala keterbatasan itu, temanku yang laki-laki menerima dengan lapang dada. Sementara untuk perempuan, kami tinggal di sebuah rumah yang ditinggali oleh seorang ibu yang sudah janda. Kami yang berjumlah 14 orang perempuan dibagi menjadi dua kamar. Kamar pertama berada di depan, ukurannya tidak begitu besar, mungkin berukuran 2x3 meter, diisi oleh enam orang. Sedangkan kamar kedua ukurannya lebih besar, sekitar 3x4 meter,diisi oleh delapan orang. Dirumah itulah kami melakukan rapat, memasak, dan semua kegiatan secara kolektif. Ibu pemilik rumah sangat baik, ia memperbolehkan kami memakai rumahnya untuk segala aktivitas KKN.
            Ada beberapa hal menarik yang tak terlupakan bagiku selama ber-KKN. Pertama, perihal keterbatasan air. Tinggal bersama 14 orang dalam sebuah rumah yang hanya memiliki 1 kamar mandi adalah hal yang mencengangkan bagiku. Bagaimana tidak, aku harus mengantri sebelum mandi dan bersaing dengan yang lainnya agar bisa mandi. Selain itu, air di rumah tersebut tak selalu ada. Di jam-jam tertentu, air mati dan bagi siapapun yang mendapat giliran mandi saat itu, betapa malang nasibnya. Biasanya air mati pada pukul 8 pagi dan 4 sore. Untuk mengumpulkan airpun sulit, karena kamar mandi di rumah itu tidak memiliki bak. Untuk menampung air, hanya mengandalkan beberapa baskom dan ember yang ada. Jika air sudah mati diwaktu mandi sore, kami memanfaatkan sumur yang ada di depan rumah untuk mandi. Setibanya di sumur, kami harus berjuang dulu mengambil air sebanyak-banyaknya untuk mandi.
            Hal yang tidak terlupakan bagiku ketika KKN ialah saat gempa. Posko KKNku yang berada di tepi jalan lintas sumatera ini dilalui oleh banyak kendaraan, kendaraan besar seperti truk maupun kendaraan pribadi. Ketika suatu dini hari terjadi gempa, rasanya seperti bumi beguncang keras diselingi bunyi truk-truk besar yang bergerak seolah akan terjatuh mengenai posko KKNku. Bagiku, itu cukup mengerikan. Pikiranku terbang entah kemana, berfikir akan terjadi suatu bencana.
            Makan ikan hampir setiap hari, menjadi hal yang sangat membosankan bagiku. Ya, bayangkan saja hampir setiap hari makan ikan. Maklum, lokasi KKNku berada di dekat pantai sehingga ikan sangat mudah didapatkan. Masyarakat di Nagari Taratak pun pasti juga bosan makan ikan.wkwkwk. Sesekali, kamipun mengusahakan agar tidak makan ikan. Walaupun harga ayam cukup mahal, kami tetap berusaha untuk mendapatkannya.
            Memasak ialah hal yang wajib hukumnya bagi kelompok KKNku. Bahkan hingga 2 hari sebelum kembali ke Padang, kami masih menyempatkan untuk memasak, karena akan lebih hemat dalam pengeluaran. Definisi masak bagiku ialah pergi berbelanja ke pasar, mencuci ikan/ayam, memotong sayuran, memotong bawang, menggiling cabe, menggoreng, menumis sayuran, dan mencuci piring. Semuanya sepaket. Dari 0 sampai 100, semuanya harus dilakukan. Itulah pelajaran berharga bagiku ketika KKN. Semuanya tidak dikerjakan oleh 1 orang, karena kami telah membagi jadwal piket. Setiap orang akan mendapatkan job yang berbeda. Tapi, secara keseluruhan aku pernah mencoba semuanya, walaupun kuakui bahwa menggiling cabe bukanlah kepandaianku.
            Mungkin benar kata beberapa orang yang sudah KKN sebelumnya, bahwa KKN akan membuatmu latihan seolah menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Selain memasak, aku belajar cara mengatur keuangan sendiri agar hemat, akupun belajar memahami sifat orang lain yang kadang sangat tidak sesuai dengan kepribadianku, aku juga belajar bagaimana menghargai orang lain disituasi apapun.

Komentar