#ThankYouButet in My Version



Beberapa hari lalu bahkan hingga saat ini, home twitterku diramaikan oleh #ThankYouButet dan  #ThankYouButetChallenge. Awalnya aku mengira itu merupakan tagar yang digerakkan oleh akun fanbase bulutangkis Indonesia untuk mengapresiasi sekaligus mengucapkan terimakasih kepada Liliyana Natsir, pahlawan bulutangkis Indonesia yang tak henti-hentinya memberikan prestasi terbaik untuk bangsa ini. Ternyata, #ThankYouButetChallenge merupakan tagar yang dimulai oleh PB Djarum dengan tujuan agar seluruh pendukung Butet dan pecinta bulutangkis di seluruh tanah air dapat mengucapkan terima kasih untuk Butet dalam bentuk video singkat. Tak hanya itu, nantinya akan dipilih 10 pemenang yang mendapatkan 20 tiket Final Indonesia Master 2019 pada 27 Januari serta Farewell Event Liliyana Natsir di Istora Senayan, Jakarta.
Setiap orang berlomba-lomba untuk menampilkan hasil video terbaiknya. Aku yang melihat sejumlah videopun merasa tertantang ingin membuat juga. Tapi setelah berpikir ulang, aku tahu dengan kemampuanku yang tak pandai dalam hal mengedit video. Akupun berinisiatif membuat sedikit ulasan  dan cerita untuk mengucapkan terima kasih kepada ci Butet di blog-ku ini.
Mungkin bagi beberapa orang yang tidak mengetahui bulutangkis, panggilan dengan nama ‘Butet’ itu identic dengan Batak. Ya, Butet ialah panggilan sayang untuk anak perempuan di daerah Sumatera Utara. Namun, Butet yang akan kuceritakan ini bukanlah Butet yang seperti itu. Butet merupakan panggilan akrab Liliyana Natsir sejak ia mulai menggeluti dunia bulutangkis di PB Tangkas diusia 12 tahun dan hidup jauh dari orangtuanya yang berada di Manado. Ia dipanggil Butet oleh temannya yang merupakan orang Batak. Menurut temannya, jika dipanggil dengan ‘Liliyana’ itu terlalu panjang. Jadi temannya kerap memanggilnya Butet. Panggilan itupun melekat pada dirinya hingga saat ini, dimana ia memutuskan untuk pensiun dari dunia bulutangkis yang telah membesarkan namanya lebih dari 20 tahun.
Pengumuman mengenai pensiunnya ini bukanlah hal yang baru. Ia telah merencanakan ini sejak tahun 2018. Begitu banyak penggemarnya menyayangkan hal tersebut dan lantas sedih. Butet bersama pasangannya di sector ganda campuran sepuluh tahun terakhir memang selalu menjadi andalan Indonesia diberbagai turnamen Internasional. Bersama Nova Widiaanto, Butet meraih rank 1 BWF yaitu pada 30 Oktober 2010. Tak hanya itu, keduanya mengoleksi gelar prestisius seperti memperoleh medali emas pada Kejuaraan Dunia nomor ganda campuran pada tahun 2005, 2007, meraih perak pada Kejuaraan Dunia di tahun 2009. Perak Olimpiade Beijing 2008 pun mereka dapatkan setelah gagal memenangkan pertandingan puncak melawan Lee Yong Dae dan Lee Hyo Jung asal Korea Selatan. Setelah Nova Widianto memutuskan untung pension, Butet dipasangkan dengan pemain yang lebih muda darinya yaitu Tontowi Ahmad. Bersama Owi, Butet berhasil mendapatkan medali emas Olimpiade Rio, Brazil 2016. Owi dan Butet pun telah menciptakan hattrick gelar All England ditahun 2012,2013, dan 2014. Serta masih banyak lagi event Super Series yang mereka menangkan.
Saat bermain di sector ganda putri bersama Vita Marissa, ia mengoleksi beberapa prestasi seperti juara China Master 2007, juara Indonesia Open 2008, runner-up BWF Super Series Finals 2008, meraih medali emas SEA Games 2007, meraih medali perunggu Kejuaraan Bulutangkis Asia 2008. Liliyana Natsir juga turut masuk kedalam squad pemain untuk Uber Cup di tahun 2004,2008, 2010. Pada Perhelatan Piala Sudirman pun Butet turut berpartisipasi, yaitu di tahun 2003, 2005, 2007, 2009, 2011, dan 2013.
Diusianya yang sudah berkepala tiga, tentunya Butet merasa sudah puas dengan pencapaiannya selama ini. Tentu ia ingin adanya regenerasi dalam dunia bulutangkis Indonesia. Maka dari itu, ia berharap setelah nanti gantung raket, mulai bermunculan pasangan ganda campuran yang akan meruntuhkan dominasi Tiongkok dan negara lainnya. Karena seperti yang kita sama-sama tahu, beberapa tahun terakkhir harus diakui bahwa Indonesia masih mengalami paceklik gelar dan regenerasi. Nama-nama yang selalu muncul di running text layar kaca, di halaman depan koran, dan di postingan portal berita online tak jauh-jauh dari Liliyana Natsir, Tontowi Ahmad, Kevin Sanjaya, Marcus Gideon, Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan, Greysia Polii, Apriani Rahayu.
#ThankYouButet bagiku menjadi sebuah penutup yang manis. Sudah terhitung 10 tahun lebih 6 bulan aku terperangkap dalam kegilaan dunia bulutangkis. Mungkin ini hal yang aneh bagi beberapa orang. Ketika teman-temanku kala itu banyak yang menggandrungi boyband korea seperti Super Junior atau band lainnya, aku malah jatuh cinta dengan bulutangkis. Itu bermula ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Entah  terbius oleh apa, akupun tak tahu hingga saat ini.

Mungkin Liliyana Natsirlah yang membuatku terbius. Melihat ia bertanding kala itu di Kejuaraan Uber Cup 2008 yang ditayangkan di salah satu televisi swasta Indonesia, aku seolah terhanyut terbawa suasana. Kebetulan, momen saat itu ketika babak SemiFinal melawan Jepang, penentuan apakah Indonesia akan berhasil menembus babak Final. Butet saat itu berpasangan dengan Vita Marissa, ditambah lagi melihat semangat bergelora seorang Greysia Polii, membuatku semakin berapi-api. Mungkin bisa dibilang itulah saat ketika rasa nasionalismeku muncul. Mereka sebagai srikandi bulutangkis Indonesia sedang berjuang untuk mengharumkan nama bangsa ini. Setiap orang pasti memiliki momen tak terlupakan dalam hidupnya. Begitupun aku, yang saat itu merasa bahwa itulah salah satu momen tak terlupakan dalam hidupku. Walaupun hanya melalui layar kaca, aku sudah senang dan puas.
Beberapa orang pasti bertanya, “Kalau suka bulutangkis, kenapa nggak jadi atlet aja sekalian?” Nah pertanyaan ini sama halnya dengan “Kalau suka boyband Super Junior, kenapa nggak bikin boyband aja sekalian?”. Segala sesuatu yang kamu cintai itu bukan berarti kamu harus ikut langsung berkecimpung didalamnya. Kamu bisa secara tidak langsung terlibat dengan memberi dukungan, doa, dan menyukai hal tersebut apa adanya walaupun dalam keadaan senang maupun sedih. Keadaan senang maupun sedih disini maksudnya ialah bersorak ketika mereka menang (berprestasi), dan tetap menyemangati walaupun kalah atau dalam kondisi terpuruk.
Selama mengikuti bulutangkis dalam 10 tahun terakhir, aku amat sering mendapat celaan dari beberapa anggota keluarga serta teman jika jagoanku kalah dalam sebuah pertandingan. Akupun selalu membalasnya dengan jawaban yang tidak merendahkan mereka, para atlet yang telah berjuang. Bahkan ketika sedang menonton sebuah pertandingan bulutangkis bersama, adikku atau ayahku sering mengatakan, “Ah kalau udah skor segini pasti kalah aja..Nggak usah nonton lagi, pasti kalah tuh..” Kesel nggak sih kalau digituin? Akusih YES! Kesel sebel dan udah bodoamat aja sama perkataan mereka yang kayak gitu. Kalau udah gitu, aku sering memutuskan untuk nonton sendiri, menikmati pertandingan itu sendiri, tanpa mendengar selaan dari siapapun.
“Kenapa sih suka sama Butet? Apa sih yang dibanggain dari dia?”
Banyak hal yang menjadikanku kuat hingga saat ini berkat seorang ci Butet. Awalnya hanya menyukai cara bermain bulutangkisnya yang cepat, fokus, dan selalu cerdik dalam menempatkan shuttlecock terutama saat bertarung didepan net. Tapi lebih dari itu, aku mencari tahu banyak hal tentang dirinya diluar lapangan. Sebagai seorang anak bungsu, ia sangat mandiri dan hebat. Bagaimana tidak? Diusia 12 tahun, ia memutuskan untuk mengejar impiannya ke Jakarta, berlatih bulutangkis di PB Tangkas, hidup jauh dari orangtuanya. Begitu banyak pegorbanan yang dia lakukan demi menjadi dirinya saat ini, yang telah dikenal oleh banyak orang terutama pecinta bulutangkis di Indonesia dan seluruh negara di dunia. Namanya tak asing lagi ditelinga siapapun. Setelah meraih medali emas Olimpiade Rio, Brazil 2016, aku merasa ia sudah sangat puas dengan pencapaiannya selama ini. Walaupun ia menargetkan emas Asian Games 2018 dan hanya bisa memberikan perunggu, bagiku itu sudah hebat dan luar biasa. Bayangkan saja, diusia 33 tahun ia masih berkutat dengan shuttlecock, net, dan lapangan hijau. Sudah lebih dari setengah usianya telah ia habiskan untuk bulutangkis.
Kini saatnya bagi Butet untuk melepas segala kerinduannya dengan keluarga, teman, dan hidup sebagaimana orang awam. Ia tak perlu lagi memikirkan latihan, mengatur pola makan, dan berbagai rutinitasnya selama berada di Pelatnas. Banyak hal dalam dirinya yang telah aku terapkan. Pengorbanannya, kerja kerasnya untuk menjadi yang terbaik, selalu mau berusaha, pantang menyerah, dan tidak pelit ilmu. Ketika sudah tidak berpasangan dengan Nova Widianto lagi, Butet dipasangkan dengan Owi yang merupakan juniornya. Selama berpasangan dengan Owi, Butet menjadi seorang partner yang sabar mengajarkan Owi dan menuntunnya ketika di lapangan. Ia kerap menenangkan dan mengingatkan Owi saat berada di poin-poin kritis. Kedewasaannya telah menuntun ia dan Owi menjadi pasangan ganda campuran terbaik yang dimiliki Indonesia bahkan hingga saat ini. Butet merupakan seorang yang humoris, di luar lapangan ia sering bercanda dengan Owi. Ketika diwawancarai dan menjadi tamu dalam beberapa acara talkshow di stasiun televisi, kita bisa melihat bagaimana kepribadiannya yang menyenangkan dan tidak kaku.
Tahun 2018 menjadi tahun berkah bagiku. Pada bulan November 2018 lalu, kebetulan aku berada di Jakarta untuk melaksanakan magang. Saat itu akhirnya aku bisa melihat secara langsung seorang Liliyana Natsir. Sebuah acara penggalangan dana untuk korban gempa Palu dan Donggala seolah mengajakku untuk datang dan melihat langsung seorang Liliyana Natsir bermain di lapangan hijau. Acara itu berlangsung di West Mall Grand Indonesia. Aku yang tak tahu apa-apa hanya berusaha untuk bisa sampai ke lokasi tersebut dengan bantuan kang Gojek. Awalnya aku sedikit ragu untuk datang, karena cuaca mendung. Tapi kubulatkan tekad untuk pergi kesana demi bertemu ci Butet. Daaannn akhirnya aku sampai di West Mall Grand Indonesia. Satu hal yang membuatku terkejut ialah aku langsung bertemu dengan Bung Broto Happy! Seorang komentator bulutangkis, yang merupakan wartawan senior bulutangkis. Akupun dengan pedenya menyapa Bung Broto, dan berbincang-bincang dengannya seolah sudah akrab (HAHAHA dasar). Hingga sampai di TKP, aku masih berbicara dengan Bung Broto. Ternyata, seorang kenalanku yang juga mengajak untuk datang ke acara ini juga telah mengenal Bung Broto. Alhasil kami bertiga bertemu dan berbincang-bincang sedikit.
Suasana di lokasi berlangsungnya acara penggalangan dana itu sudah sangat ramai. Bagaimana tidak, Jonatan Christie, Anthony Ginting, Kevin Sanjaya, Marcus Gideon, Greysia Polii pun hadir untuk meramaikan acara ini. Yang menjadi fokusku dalam acara ini adalah seorang Butet. Spontan, aku hanya bisa tersenyum ketika melihat langsung ci Butet. Walaupun berjarak 1 meter lebih, aku merasa bahagia sudah bisa bertemu dengannya. Hal yang sangat diluar ekspektasiku. Walaupun tak bisa berfoto dengan ci Butet, aku berhasil mencegat seorang Vita Marissa dan meminta foto bersama dengannya. Dalam hati aku bergumam, “Finally Ghiiiinnn bisa ketemu langsung dan foto sama ci Vita..” Aslinya dia tuh ramah banget, baik, calm gitu. ya persis lah kayak di tv. Bagi aku yang merupakan anak daerah atau bukan anak Jakarta, ketemu dan foto bareng idola itu hal yang sangat menggembirakan. Apalagi setelah penantian panjang 10 tahun. Wkwkkwwkkw. Tinggal satu lagi penantian panjangku yang belum tercapai, yaitu nonton live pertandingan bulutangkis di Istora :’)
Untuk menutup tulisan kali ini yang sudah bercampur aduk dengan pengalaman hidupku, tentunya aku mengucapkan Terima kasih banyak untuk Ci Butet yang sudah mau untuk merelakan masa remajanya demi berlatih bulutangkis dan berkorban demi mengharumkan nama Indonesia di dunia bulutangkis. Kesederhanaan, perjuangan dan kerja kerasmu telah memberikan motivasi dan dorongan untuk banyak orang. Keputusanmu untuk meninggalkan bangku pendidikan hanya sampai di bangku SD tak membuatmu dikucilkan, tapi hal itulah yang membuatmu semangat untuk berlatih hingga memperoleh hasil yang membanggakan bagi kami, masyarakat Indonesia. Ci Butet rela menukar waktu berharganya dengan keluarga demi menjadi seorang atlet bulutangkis professional dan berhasil masuk ke Pelatnas PBSI. Kini semua orang tahu, tidak ada hal yang sia-sia. Jika kita yakin dan mau berusaha, pasti akan membuahkan hasil yang maksimal. Itu yang kupelajari darimu, ci Butet.
Berbagai gelar sudah ci Butet peroleh, mulai dari meraih emas Olimpiade, hattrick All England, medali emas Kejuaraan Dunia, banyak gelar Super Series, Grand Prix/Gold, dan gelar lainnya yang tak bisa disebutkan satu-per satu. Kini tiba saatnya bagi kita untuk berpisah dengan ci Butet. Apapun yang akan ia lakukan setelah pensiun, yang pasti ci Butet sudah bebas dari tekanan target-target menjuarai Event bulutangkis. Kita tak akan lagi melihatnya bertanding di lapangan dengan serobotan yang cepat di depan net. Mungkin ia akan duduk di bangku penonton, dan kamu akan menyadari bahwa seorang ci Butet duduk di sampingmu untuk menyaksikan juniornya bertanding. Ya, siapa tahu? Atau, kita akan melihat ci Butet duduk di pinggir lapangan sebagai seorang pelatih tim ganda campuran. Atau ci Butet akan bersantai di rumah sambil menyaksikan pertandingan bulutangkis di layar kaca, sama seperti pecinta bulutangkis lainnya yang tidak bisa datang langsung ke Istora.
#ThankYouButet sudah menjadi pemain bulutangkis favoritku sepanjang masa. Tidak akan ada yang bisa melunturkan rasa hormat dan banggaku pada seorang Ci Butet. Terima kasih sudah berjuang di lapangan selama ini, mau meladeni adu netting-nya Zhao Yunlei, Ma Jin, dll. Terima kasih sudah bertahan hingga usiamu 33 tahun ini ci. Terima kasih sudah menghadirkan permainan bulutangkis yang brilian dan penempatan bola yang cantik untuk penonton. Terima kasih, karena sudah mampu membuat jantungku ikut berolahraga saat pertandinganmu begitu sengit, terutama saat deuce di setiap akhir game dan di game penentuan.Terima kasih atas sajian permainan bulutangkismu yang selalu kutunggu-tunggu disetiap eventnya, ci. Walaupun kadang untuk menunggu matchnya berjam-jam, aku kecewa saat match berlangsung cuma 30 menitan, karena hanya bisa melihatkamu sebentar. Di setiap pertandinganmu, menang ataupun kalah aku selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik. Ketika menang, aku sangat bersyukur. Dan ketika kalah, aku belajar untuk ikhlas. Bahwa segala pertandingan ada kemenangan dan kekalahan. Jika kalah, berarti tuhan ingin kita berusaha lebih lagi, ikhlas bahwa kemenangan tidak selalu menghampirimu. Roda itu akan berputar, ada kalanya kita diatas dan ada waktunya untuk berada dibawah.
Terima kasih sudah menjadi seseorang yang menginspirasi, ci Butet. Banyak hal yang kupelajari dari hidupmu. Tetaplah menjadi seorang Liliyana Natsir yang legendaris bagi bulutangkis Indonesia. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu, dan foto bersama ya ci 😊 Sukses untuk hidupmu kedepannya, terlepas dari apapun profesimu nanti. Lekas cari pasangan, dan hidup bahagia selamanya..
Dari aku, yang masih berjuang untuk masa depan yang cerah. Aku yang sudah mengidolakanmu sejak Mei 2008, hingga kini dan nanti. Semoga tuhan lekas mempertemukan kita lagi ya ci. Terima kasih banyak atas pelajaran hidup yang secara tidak langsung sudah memotivasiku dan banyak orang lainnya.
Selamat pensiun, selamat gantung raket. Selamat beristirahat, dan mengabiskan waktu bersama keluarga ci.. love you till forever.
Ghina.



Komentar